Aneurisma Serebral

Apa itu Aneurisma?

Aneurisma adalah pembesaran arteri secara berlebihan yang menetap atau pecah yang dapat menyebabkan masalah serius bahkan kematian (Webberley, 2016). Aneurisma terjadi ketika dinding arteri melemah, sehingga memungkinkan untuk melebar secara abnormal atau balon (American Heart Association [AHA], 2016a). Aneurisma dapat berkembang di pembuluh darah manapun di dalam tubuh, namun dua tempat yang paling umum ialah pada aorta abdominalis dan otak (National Health Service [NHS], 2015). Aneurisma otak (cerebral) adalah area yang menonjol dan lemah pada dinding arteri yang memasok darah ke otak (Ignatavicius, Workman, & Winkelman, 2016). Pada umumnya aneurisma serebral dipandang sebagai sillent killer karena individu tidak memiliki tanda peringatan adanya aneurisma hingga ruptur terjadi (Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2014).

Aneurisma serebral 
Gambar 1: Aneurisma serebral (AHA, 2016b)

Klasifikasi Aneurisma

Klasifikasi morfologi aneurisma serebral:
1) Sakular (Saccular)
 Sering disebut Berry Aneurysm karena menyerupai berry yang tergantung pada pohon anggur.
 Bulat menonjol seperti leher atau batang arteri otak.
2) Fusiform
 Juga disebut sebagai aneurisma aterosklerosis.
 Akumulasi darah yang dapat menyebabkan peregangan dan pemanjangan arteri.
 Gumpalan intra-luminal bisa terbentuk.
3) Dissecting
 Sering disebut pseudo-aneurisma
 Bentuk seperti akumulasi darah di antara lapisan arteri serebral.
 Bergantung pada bidang mana yang dibedah, penyempitan luminal atau kantong keluar dapat terjadi.

Aneurisma Gambar 2: Tipe aneurisma (Berkowitz, 2016)

Klasifikasi aneurisma berdasarkan ukuran:
1) Diameter kecil: 2 – 7 milimeter
2) Diameter sedang: 7 – 12 milimeter
3) Diameter besar: 13 – 24 milimeter
4) Diameter sangat besar: > 25 milimeter

Etiologi

Arteri serebral yang paling sering terkena aneurisma adalah arteri karotis interna (Internal Carotid Artery [ICA]), arteri serebral anterior (anterior cerebral artery [ACA]), Anterior Communicating Artery (ACoA), Posterior Communicating Artery (PCoA), Posterior Cerebral Artery (PCA), dan Middle Cerebral Artery (MCA) (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010).

Arteri Otak 
Gambar 3: Arteri otak (Hines, 2016)

Aneurisma otak pada umumnya terjadi pada usia 40 tahun ke atas, namun dapat juga berkembang pada semua usia, bahkan pada anak-anak, lebih umum terjadi pada perempuan daripada laki-laki, riwayat keluarga, atau pada beberapa orang juga disebabkan oleh keabnormalan atau gangguan genetik. Faktor risiko lain yaitu merokok, tekanan darah tinggi, pengerasan pembuluh darah (aterosklerosis), cedera kepala, tumor, penggunaan obat, penggunaan alkohol berat, kondisi medis seperti penyakit ginjal polikistik, endokarditis (Frazer, 2016). Thompson & Lindholm (2014) juga menyebutkan bahwa faktor risiko terjadinya aneurisma ialah sebagai berikut:

1) Riwayat keluarga

Orang yang memiliki riwayat keluarga aneurisma otak lebih cenderung memiliki aneurisma daripada orang yang tidak memiliki riwayat tersebut.

2) Aneurisma sebelumnya

Orang yang memiliki aneurisma otak sebelumnya cenderung memiliki aneurisma di bagian pembuluh darah yang lain.

3) Jenis kelamin
Wanita lebih cenderung mengalami aneurisma otak atau mengalami perdarahan subarachnoid.

4) Ras
Orang Amerika Afrika lebih mungkin dibandingkan orang kulit putih yang memiliki pendarahan subarachnoid.

5) Tekanan darah tinggi
Risiko perdarahan subarachnoid lebih besar pada orang yang memiliki riwayat tekanan darah tinggi.

6) Merokok
Selain menjadi penyebab tekanan darah tinggi, penggunaan rokok bisa sangat meningkatkan kemungkinan aneurisma otak pecah.

Anatomi dan fisiologi

Anatomi Otak

Otak terletak di dalam rongga kranium tengkorak. Otak dan sumsum tulang belakang berkembang dari ektoderm yang tersusun dalam struktur tubular yang disebut tabung saraf. Perkembangan otak dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran: otak awal, yang disebut otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Otak depan menjadi belahan otak (hemisferium serebri), korpus striatum dan talami (talamus dan hipotalamus), otak tengah (diensefalon), otak belakang yang membentuk batang otak (pons Varoli, medula oblongata, dan serebelum).

Otak Gambar 4: Medial view of Sagittal Section (Tortora, & Derrickson, 2009)
Lapisan 
Gambar 5: Frontal anterior (Tortora, & Derrickson, 2009)

Bagian anterior tube neural mengembang, dan konstriksi muncul yang membentuk tiga daerah yang disebut vesikula otak primer: prosencephalon (forebrain), mesencephalon (otak tengah), dan rhombencephalon (hindbrain). Dinding daerah otak ini berkembang menjadi jaringan saraf otak, sementara ruang di dalam tabung tetap seperti ventrikel (spasi) di dalam otak. Mesencephalon memunculkan otak tengah dan saluran keluar otak tengah (saluran cairan serebral).

Otak manusia 
Gambar 6: Frontal anterior (Tortora, & Derrickson, 2009)

Prosencephalon dan rhombencephalon terbagi lagi, membentuk vesikula otak sekunder. Prosesephalon memunculkan telencephalon dan diencephalon, dan rhombencephalon berkembang menjadi metencephalon dan myelencephalon. Telencephalon berkembang menjadi cerebrum dan ventrikel lateral. Diencephalon membentuk thalamus, hipothalamus, dan epithalamus. Metencephalon menjadi pons, cerebellum, dan bagian atas ventrikel keempat. Selanjutnya, myelencephalon membentuk medula oblongata dan bagian bawah ventrikel keempat (Pearce, 2007; Tortora, & Derrickson, 2009).

Fisiologi Otak

Otak terdiri dari serebri (cerebrum), serebelum (cerebellum), dan batang otak (brainstem).

a) Cerebrum merupakan bagian terbesar dari otak dan terdiri dari belahan kanan dan kiri. Fungsi cerebrum yaitu menafsirkan sentuhan, penglihatan dan pendengaran, berbicara, berpikir, emosi, belajar, dan kontrol gerakan.

b) Cerebellum berada dibawah cerebrum berfungsi untuk mengkoordinasi pergerakan otot, mempertahankan postur tubuh, dan keseimbangan.

c) Batang otak (brainstem) meliputi midbrain, pons, and medula. Batang otak berfungsi untuk menguhubungkan cerebrum dan serebelum pada spinal cord. Batang otak sebagai pengontrol pernafasan, denyut jantung, suhu tubuh, siklus bangun dan tidur, pencernaan, bersin, batuk, mual, muntah, dan mengunyah. Sepuluh dari dua belas saraf kranial terletak di batang otak.

Otak Kanan dan Kiri

Hemisfer kanan dan kiri pada otak terhubung oleh berkas serabut yang disebut dengan corpus callosum yang mengirimkan pesan dari satu sisi ke sisi lainnya. Setiap belahan otak mengendalikan sisi berlawanan dari tubuh. Jika tumor otak terletak di sisi kanan otak, lengan kiri atau kaki mungkin lemah atau lumpuh. Secara umum, belahan otak kiri mengendalikan ucapan, pemahaman, aritmatika, dan tulisan. Belahan kanan mengendalikan kreativitas, kemampuan spasial, artistik, dan keterampilan bermusik. Belahan otak kiri dominan dalam penggunaan tangan dan bahasa pada sekitar 92% orang.

Lobus Otak

Hemisfer otak memiliki celah yang berbeda, yang membagi otak menjadi lobus. Setiap hemisfer otak memiliki empat lobus: frontal, temporal, parietal, dan oksipital.

 Lobus frontal
- Kepribadian, perilaku, dan emosi.
- Keputusan, perencanaa, pemecahan masalah.
- Speech: berbicara dan menulis
- Gerakan tubuh
- Kecerdasan, konsentrasi, dan kesadaran diri.
 Lobus parietal
- Menafsirkan bahasa, kata-kata
- Rasa sentuhan, nyeri, suhu (strip sensoris)

- Menafsirkan sinyal dari penglihatan, pendengaran, motorik, sensorik dan memori
- Persepsi spasial dan visual
 Lobus oksipital
- Menginterpretasikan penglihatan (warna, cahaya, gerakan)
 Lobus temporal
- Memahami bahasa
- Pendengaran
- Memori

Bagian-bagian otak 
Gambar 8: Fungsi bagian-bagian otak (O’Reilly, 2012)

Patofisiologi

Aneurisma serebral pada umumnya terjadi pada usia 40 tahun ke atas, meskipun demikian aneurisma serebral juga bisa saja terjadi pada semua umur, bahkan pada anak-anak. Aneurisma lebih umum terjadi pada perempuan daripada laki-laki (Frazer, 2016). Aneurisma serebral dapat terjadi secara kongenital, akibat kelainan bawaan pada dinding arteri. Aneurisma serebral juga terjadi pada orang dengan penyakit genetik tertentu, misalnya gangguan jaringan ikat, dan penyakit ginjal polikistik, dan kelainan peredaran darah tertentu seperti arteriovenous malformations (AVM). Selain itu, aneurisma juga disebabkan oleh trauma atau luka pada kepala, tekanan darah tinggi, infeksi, tumor, aterosklerosis dan penyakit lain dari sistem vaskular, merokok dan penggunaan obat-obat terlarang. Aneurisma yang disebabkan oleh infeksi disebut dengan aneurisma mikotoksik, sementara aneurisma terkait kanker sering dikaitkan dengan tumor kepala dan leher, dan penggunaan obat terlarang terutama kebiasaan menggunakan kokain yang menyebabkan inflamasi pada pembuluh darah, sehingga aneurisma dapat berkembang (National Institute of Neurological Disorders and Stroke [NINDS], 2013).
Pecahnya aneurisma serebral dapat menyebabkan keluarnya darah dan memenuhi sekitar otak yang disebut dengan perdarahan subarakhnoid. Gejala yang muncul akibat perdarahan tersebut bergantung pada jumlah darah yang keluar yang dapat menyebabkan sakit kepala berat yang tiba-tiba dan berlangsung selama beberapa jam sampai berhari-hari, mual dan muntah, kantuk dan/atau koma. Perdarahan yang terjadi juga dapat merusak otak secara langsung, biasanya pada lokasi perdarahan itu sendiri yang disebut dengan stroke hemoragik.
Kerusakan otak yang disebabkan oleh perdarahan tersebut dapat menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan pada lengan atau tungkai, kesulitan bicara atau memahami bahasa, gangguan penglihatan, bahkan kematian mungkin terjadi akibat adanya perdarahan. Selain itu, vasospasme dapat terjadi pada 15 hingga 20 persen pasien, yang dapat menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut. Masalah lain yang mungkin muncul ialah hidrosefalus, sulit bernapas yang membutuhkan ventilator mekanis, infeksi, masalah jantung dan paru akibat kerusakan otak yang meluas yang dapat berpengaruh terhadap fungsi normal tubuh. Selain itu, perdarahan yang terjadi langsung saat aneurisma pecah memiliki risiko kematian 30 hingga 40 persen, sementara kerusakan otak sedang hingga berat, risiko kematian yang dapat terjadi yaitu 20 hingga 25 persen bahkan jika aneurisma diobati (AHA, 2016b).

Patofisiologi Aneurisma

Manifestasi Klinis

Aneurisma bisa berkembang perlahan selama bertahun-tahun dan seringkali tidak memiliki gejala. Aneurisma yang terjadi di dekat permukaan kulit mungkin menyakitkan dan termasuk pembengkakan dengan massa yang tampak berdenyut (AHA, 2016a). Liebeskind (2016) menyebutkan gejala yang berhubungan dengan aneurisma serebral seperti berikut ini:
a) Sakit kepala: Hal ini ditandai dengan onset akut rasa sakit yang parah, yang sering disebut pasien sebagai "sakit kepala terburuk dalam hidup saya." Ekspansi aneurisma, trombosis, atau perdarahan intramural dapat menyebabkan sakit kepala subakut, unilateral, periorbital. Sakit kepala tidak selalu merujuk kepada SAH aneurisma.
b) Nyeri pada wajah: Aneurisma karoten-karotid dapat menyebabkan nyeri pada wajah.
c) Perubahan kesadaran: Peningkatan tiba-tiba tekanan intrakranial yang terkait dengan ruptur aneurisma dapat menyebabkan penurunan tekanan perfusi serebral, menyebabkan sinkop (50% kasus). Kebingungan atau gangguan ringan perlu diwaspadai dan dicatat.
d) Kejang: Kejang fokus atau umum terjadi pada 25% kasus SAH aneurisma, dengan sebagian besar kejadian terjadi dalam waktu 24 jam setelah onset.
e) Manifestasi iritasi meningeal: Sakit leher atau kekakuan, fotofobia, sonofobia, atau hiperestesi lainnya dapat dicatat dengan SAH.
f) Gangguan otonom: Akumulasi subarachnoid produk degradasi darah bisa menimbulkan demam. Mual atau muntah, berkeringat, menggigil, dan aritmia jantung juga mungkin ada.
g) Keluhan neurologis fokal: Perdarahan atau iskemia dapat bermanifestasi dengan defisit fokal termasuk kelemahan, kehilangan hemisensori, gangguan bahasa, kelalaian, kehilangan ingatan, atau gangguan penciuman. Gejala fokal lebih sering terjadi pada aneurisma raksasa.
h) Gejala visual: Pandangan kabur, diplopia, atau cacat visual mungkin ada.
i) Disfungsi pernafasan atau ketidakstabilan kardiovaskular: Ini adalah tanda kompresi batang otak yang tidak menyenangkan.
j) Disfungsi hormon: Aneurisma intrasel dapat mengganggu fungsi hipofisis.
k) Epistaksis: Hal ini dicatat sesekali dengan aneurisma traumatis.

Pemeriksaan Diagnostik

Studi laboratorium yang digunakan dalam diagnosis dan penilaian aneurisma serebral meliputi (Liebeskind, 2016):
a) Complete blood count (CBC) dengan platelet. Monitor infeksi, evaluasi anemia, dan identifikasi risiko perdarahan.
b) Prothrombin time (PT)/activated partial thromboplastin time (aPTT). Mengidentifikasi koagulopati yang meningkatkan risiko perdarahan.
c) Kimia serum, termasuk elektrolit dan osmolaritas: Dapatkan studi awal untuk memantau hiponatremia, mengatasi kelainan aritmia, menilai glukosa darah, dan memantau terapi hiperosmolar untuk tekanan intrakranial yang meningkat.
d) Tes fungsi hati: Identifikasi disfungsi hati yang mungkin menyulitkan jalur klinis
e) Gas darah arterial: Kaji oksigenasi darah

Pemeriksaan diagnostik yang membantu untuk menentukan sumber perdarahan ialah sebagai berikut (Zuccarello & Ringer, 2016):
a) Computed Tomography (CT) Scan
CT scan merupakan sinar X noninvasif yang memberikan gambaran struktur anatomis di dalam otak. Hal ini sangat berguna untuk mendeteksi darah di dalam atau di sekitar otak. Teknologi yang lebih baru yang disebut CT angiography (CTA) melibatkan injeksi kontras ke dalam aliran darah untuk melihat arteri otak. CTA memberikan gambaran terbaik tentang pembuluh darah (melalui angiografi) dan jaringan lunak (melalui CT).
b) Lumbal Puncture
Pungsi lumbal merupakan prosedur invasif di mana jarum berongga dimasukkan ke dalam ruang subarachnoid kanal tulang belakang untuk mendeteksi darah di cairan serebrospinal (CSF). Dokter akan mengumpulkan 2 sampai 4 tabung CSF. Lumbal pungsi dilakukan jika diduga adanya ruptur aneurisma serebral dengan perdarahan subarachnoid.
c) Angiogram
Angiogram merupakan prosedur invasif dimana kateter dimasukkan ke dalam arteri dan melewati pembuluh darah ke otak. Begitu kateter terpasang, pewarna kontras disuntikkan ke aliran darah dan sinar-x diambil.
d) Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan
MRI scan merupakan tes noninvasive yang menggunakan medan magnet dan gelombang frekuensi radio untuk memberikan gambaran rinci tentang jaringan lunak otak. MRA (Magnetic Resonance Angiogram) merupakan studi non-invasif yang sama, kecuali bahwa itu juga merupakan angiogram, yang berarti ia meneliti pembuluh darah di samping struktur otak.

Penatalaksanaan Medis

Aneurisma otak perlu diobati sesegera mungkin. Hal ini bisa menyelamatkan nyawa pasien. Jika aneurisma robek dan berdarah, pengobatan mungkin tidak membalikkan kerusakan yang terjadi. Namun, operasi bisa membantu mencegah lebih banyak pendarahan, serta darah yang terjebak di dalam dan sekitar otak juga bisa diangkat (O’Reilly, 2012).
Penanganan aneurisma dapat mencakup tindakan menyelamatkan nyawa, pengurangan gejala, perbaikan pendarahan aneurisma, dan pencegahan komplikasi (Zuccarello & Ringer, 2016a). Penangan tersebut sebagai berikut:
a) Obat-obatan
Pengobatan nyeri akan diberikan untuk mengurangi sakit kepala, obat antikonvulsan dapat diresepkan untuk mencegah atau mengobati kejang, dan vasodilator akan diresepkan untuk mencegah vasospasme. Tekanan darah diturunkan untuk mengurangi pendarahan lebih lanjut dan untuk mengendalikan tekanan intrakranial.
b) Operasi (Surgery)
Menentukan perawatan bedah terbaik untuk aneurisma yang pecah melibatkan banyak faktor, seperti ukuran, lokasi, dan jenis aneurisma serta kesehatan pasien secara menyeluruh dan juga riwayat medis. Pembedahan yang dilakukan pada ruptur aneurisma ialah sebagai berikut:
Surgical clipping
Sebuah lubang dibuat di tengkorak, yang disebut kraniotomi, untuk menemukan aneurisma. Sebuah klip kecil ditempatkan di "leher" aneurisma untuk menghalangi aliran darah normal agar tidak masuk. Klip ini terbuat dari titanium dan tetap berada di arteri secara permanen.

Surgical clipping.png

Clipping aneurisma terdiri dari enam tahap yang umumnya memakan waktu 3 – 5 jam atau lebih jika kraniotomi kompleks direncanakan (Zuccarello & Ringer, 2016b). Berikut tahap-tahap prosedur pelaksaan clipping aneurisma:
a) Tahap pertama: Siapkan pasien (prepare the patient)
Pasien berbaring di meja operasi dan dilakukan anestesi umum. Kemudian, kepala pasien ditempatkan dalam three-pin untuk fiksasi tengkorak yang menempel pada meja operasi dan akan menahan kepala pasien selama operasi berlangsung. Selanjutnya, area insisi di kepala mulai disiapkan. Insisi pada kulit biasanya dibuat dengan membuat garis. Setelah itu, disarankan untuk cukur sekitar ¼ inchi sepanjang insisi. Akan tetapi, terkadang seluruh area insisi dicukur.
Selanjutnya, drain lumbal dapat dimasukkan kepunggung bawah untuk mengurangi cairan serebrospinal (CSF) yang membantu otak tetap rileks selama operasi berlangsung. Obat Manitol juga dapat diberikan untuk merilekskan otak saat operasi.
b) Tahap kedua: Melakukan kraniotomi (perform a craniotomy)
Kraniotomi dilakukan bergantung pada lokasi aneurisma pada pasien. Ahli bedah akan membuat sayatan kulit untuk mengekspos tengkorak. Kulit dan otot diangkat dari tulang dan dilipat. Selanjutnya, lubang kecil dibuat di tengkorak dengan bor. Lubang memungkinkan masuknya gergaji khusus yang disebut kraniotome (craniotome). Mirip dengan menggunakan jigsaw, ahli bedah memotong tulang. Tutup tulang yang dipotong, angkat untuk membuka penutup pelindung otak, yang disebut dura mater. Flap tulang disimpan dengan aman dan dipasang kembali saat prosedur berakhir.
c) Tahap ketiga: Mengekspos aneurisma (expose the aneurysm)
Dura dibuka dan dilipat kembali untuk mengekspos otak. Retraktor ditempatkan di otak untuk membuka koridor antara otak dan tengkorak dengan lembut. Ahli bedah dengan hati-hati membuka koridor, dan menelusuri arteri hingga ke aneurisma di bawah mikroskop operasi.
Sebelum memasang klip, ahli bedah mengontrol aliran darah yang masuk dan keluar dari aneurisma. Penanganan aneurisma, terutama kubah bisa menyebabkan pecahnya aneurisma. Jika aneurisma pecah selama operasi, klip sementara dapat dipasang di arteri induk untuk menghentikan perdarahan. Hal ini bergantung pada ukuran aneurisma dan lokasinya, pengendalian vaskular dihasilkan pada arteri karotis di leher melalui sayatan terpisah.
d) Tahap keempat: Memasang klip (insert the clip)
Saat kontrol vaskular selesai, leher aneurisma disiapkan untuk pemasangan klip. Biasanya aneurisma sangat menyatu dengan jaringan ikat dan harus dipisahkan dengan struktur yang lain. Klip ini dibuka menggunakan applier klip dan diletakkan di leher aneurisma. Setelah itu klip menyempit aneurisma dari arteri induk. Bisa menggunakan lebih dari satu klip.
e) Tahap kelima: Mengecek kembali klip yang sudah dipasang (check the clip)
Dokter bedah memeriksa klip yang telah dipasang untuk memastikan klip tidak menyempit arteri atau arteri lain pada klip. Angiografi intraoperatif dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi aliran darah melalui arteri.

f) Tahap keenam: Menutup kembali kraniotomi (close the craniotomy)
Begitu klip terpasang, retraktor yang menahan otak dikeluarkan, kemudian dura mater ditutup dengan jahitan. Tulang di tempelkan lagi pada tengkorak dengan pelat titanium. Otot dan kulit dijahit kembali.

Endovascular coiling
Dilakukan selama angiogram di bagian radiologi dan terkadang memerlukan anestesi umum. Kateter dimasukkan ke dalam arteri di selangkangan dan kemudian dilewatkan melalui pembuluh darah ke aneurisma. Melalui kateter, aneurisma dikemas dengan kumparan platinum atau lem akrilik, yang mencegah aliran darah ke aneurisma.

GAMBAR

Artery occlusion and bypass
Jika kliping bedah tidak memungkinkan atau arteri terlalu rusak, ahli bedah dapat benar-benar memblokir (menutup) arteri yang memiliki aneurisma. Aliran darah didahului (dilewati) di sekitar bagian arteri yang tersumbat dengan mencangkokkan pembuluh darah. Pembuluh darah yang diambil biasanya arteri kecil yang diambil dari kaki yang terhubung di atas dan di bawah arteri yang tersumbat sehingga aliran darah dialihkan (bypass) melalui cangkokan tersebut.

Artery occlusion and bypass

Sebuah bypass juga dapat dibuat dengan memisahkan arteri donor dari posisi normalnya pada satu ujung, mengarahkannya kembali ke bagian dalam tengkorak, dan menghubungkannya di atas arteri yang tersumbat. Ini disebut arteri STA-MCA (superficial temporal artery to middle cerebral artery) bypass.

Komplikasi

Gejala awal sebelum pecahnya aneurisma dapat terjadi dalam beberapa menit hingga berminggu. Meskipun aneurisma serebral tanpa gejala, namun gejala awal yang paling umum dari cerebral saccular aneurysm adalah sakit kepala mendadak akibat perdarahan subaraknoid (SAH) atau perdarahan di antara otak dan selaput yang menutupi otak. Perdarahan subarachnoid minor paling sering terjadi setelah cedera kepala, sedangkan perdarahan subarachnoid mayor paling sering terjadi pada aneurisma saccular serebral. Sakit kepala mendadak yang terkait dengan SAH adalah keadaan darurat medis.
Peningkatan risiko ruptur aneurisma dikaitkan dengan aneurisma yang berdiameter lebih dari sepuluh milimeter (kurang dari empat persepuluh inci), di lokasi tertentu (sirkulasi di bagian belakang otak), dan/atau ruptur aneurisma lain. Risiko kematian yang signifikan dikaitkan dengan pecahnya aneurisma serebral. Stroke hemoragik terjadi ketika pembuluh darah yang memasok otak pecah dan perdarahan terjadi. Ketika darah tersebut menumpuk di otak, maka sel otak dan jaringan tidak dapat menerima oksigen dan nutrisi. Selain itu, tekanan terbentuk di sekitar jaringan dan iritasi serta menyebabkan pembengkakan. Sekitar 20% stroke disebabkan oleh pendarahan hemoragik (Tennille & Amit, 2017).
American Association of Neurological Surgeons (AANS, 2017) mengatakan bahwa meskipun frekuensi komplikasi tertentu bervariasi sesuai dengan intervensi, baik kliping dan coiling memiliki komplikasi yang sama. Pecahnya aneurisma merupakan salah satu komplikasi paling serius yang terlihat pada kedua prosedur tersebut. Frekuensi eksepsi yang tepat tidak terdokumentasi dengan baik, namun dilaporkan tingkat ruptur berkisar antara dua persen hingga tiga persen terjadi akibat kedua tindakan tersebut. Pecahnya aneurisma bisa menyebabkan pendarahan intraserebral besar (stroke hemoragik atau pendarahan ke otak) dan koma bahkan kematian. Meskipun ruptur dapat menimbulkan konsekuensi besar selama prosedur, operasi mungkin memberi kesempatan lebih baik untuk mengendalikan pendarahan karena akses langsung ke aneurisma yang pecah.
Lloyd (2016) menyebutkan risiko dan potensi komplikasi perbaikan aneurisma otak yaitu sebagai berikut:
a) Risiko umum pembedahan meliputi:
 Reaksi anestesi, seperti reaksi alergi dan masalah pernafasan.
 Perdarahan yang bisa menyebabkan syok atau membutuhkan transfusi darah.
 Bekuan darah, khususnya trombosis vena dalam yang berkembang di kaki atau panggul. Bekuan darah bisa berjalan ke paru-paru, jantung atau otak yang dapat menyebabkan emboli paru, serangan jantung, atau stroke.
 Infeksi dan septikemia, yaitu penyebaran infeksi lokal ke darah.
b) Komplikasi perbaikan aneurisma otak meliputi:
 Kerusakan pembuluh darah.
 Kematian
 Masalah neurologis, seperti masalah penglihatan, bicara, memori, koordinasi, keseimbangan, dan kontrol otot. Masalah tersebut bisa ringan hingga parah, sementara atau permanen.
 Kejang
 Stroke
 Pembengkakan otak

Prognosis

Prognosis untuk pasien aneurisma otak yang pecah tergantung pada luas dan lokasi aneurisma, usia seseorang, kesehatan umum mereka, dan kondisi neurologisnya. Beberapa individu dengan aneurisma otak yang pecah meninggal karena pendarahan awal. Individu lain pulih dengan sedikit atau tanpa kerusakan pada sistem saraf. Diagnosis dan pengobatan dini penting dalam melestarikan jaringan otak dari cedera lebih lanjut (Lee, Marks, & Shiel, 2008). Davis (2016) juga menyebutkan bahwa prognosis aneurisma otak tergantung pada ukuran dan apakah aneurisma tersebut telah pecah atau tidak. Seorang pasien dengan aneurisma otak kecil yang tidak terganggu memiliki prognosis yang lebih baik daripada seseorang yang memiliki aneurisma otak besar dan/atau pecah.
National Neuroscience Institute (NNI, 2016) menyebutkan bahwa prognosis aneurisma pecah sangat bergantung pada usia dan kesehatan individu dan tingkat keparahan pendarahan awal (dan pendarahan ulang). Diperkirakan sekitar 40 persen pasien aneurisma pecah tidak bertahan dalam 24 jam pertama. Sampai 25% lainnya bisa kena dalam waktu enam bulan. Pasien yang menerima pengobatan untuk aneurisma yang tidak pecah umumnya memerlukan terapi rehabilitatif untuk membantu pemulihan. Pemulihan dari aneurisma yang pecah bisa memakan waktu berminggu-minggu sampai berbulan-bulan.
Untuk menilai derajat klinis pasien dengan perdarahan subarakhnoid digunakan skala Hunt & Hess, yang berguna untuk memperkirakan prognosis jangka pendek dan panjang. Semakin tinggi derajat skala pasien maka prognosisnya semakin buruk seperti pada tabel berikut ini:

Klasifikasi Hunt & Hess dalam Adam (2014)

Grade I
Gejala klinis: Asimptomatik atau nyeri kepala minimal dan kaku kuduk ringan
Grade II
Gejala klinis: Nyeri kepala sedang sampai berat, kaku kuduk (+), tak ada defisit neurologis selain kelumpuhan saraf kranial
Grade III
Gejala klinis: Drowsiness, confusion atau defisit fokal ringan
Grade IV
Gejala klinis: Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, bisa didapatkan rigiditas deserebrasi awal dan gangguan vegetatif
Grade V
Gejala klinis: Koma dalam, rigiditas deserebrasi

Tinjauan Teoritis Keperawatan

Diagnosa Keperawatan

Amanda (2014) menyebutkan bahwa diagnosa keperawatan pada pasien dengan ruptur aneurisma serebral yaitu:
1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema atau perdarahan setelah kraniotomi.
2) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan perubahan neurologis dari edema eksisi bedah bagian otak.
3) Ketidakefektifan koping berhubungan dengan ketakutan akan perubahan citra tubuh, kinerja peran, dan harapan hidup.
4) Kecemasan berhubungan dengan ketidakpastian masa depan dan prognosis.

5) Risiko gangguan berpikir berhubungan dengan perubahan neurologis dari edema atau eksisi bedah.
6) Ketidaksiapan berduka berhubungan dengan potensi kehilangan fungsi, kemampuan sebelumnya.

Rencana Asuhan Keperawatan

1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema atau perdarahan setelah kraniotomi.
Intervensi:
 Kaji status neurologis dan tanda vital dan bandingkan dengan nilai awal.
 Tinggikan kepala tempat tidur sampai 30 derajat.
 Pertahankan kepala dan leher sejajar.
 Ubah posisi dengan perlahan.
 Hindari manuver Valsava.
 Pantau intake dan output per jam.
 Pantau oksimetri nadi dan gas darah arteri.
 Kurangi stres lingkungan dengan meminimalkan interupsi dan rangsangan.
 Berikan steroid sesuai orderan.
 Berikan obat antiepileptik sesuai pesanan.
2) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan perubahan neurologis dari edema eksisi bedah bagian otak.
 Lakukan skala koma Glasgow dan penilaian neurologis lainnya setiap satu jam. Bandingkan temuan dengan dasar dan laporkan perubahan.
 Pertahankan jalan napas paten dengan nilai pO2 lebih besar dari 85mmhg dan pCO2 antara 25 dan 30mmHg.
3) Ketidakefektifan koping berhubungan dengan ketakutan akan perubahan citra tubuh, kinerja peran, dan harapan hidup.

 Doronglah anggota keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan akan kontak yang dekat.
 Antisipasi kecemasan pasien.
 Tawarkan pujian dan dorongan selama berlangsungnya penilaian kesiapan pasien untuk penanganan yang lebih kompeten.
 Berikan kesempatan untuk berekspresi dan mengungkapkan perasaan dan masalah.
 Membangun hubungan kepercayaan; Menindaklanjuti kontrak pada pasien.
4) Kecemasan berhubungan dengan ketidakpastian masa depan dan prognosis.
 Ulangi informasi; Memberikan informasi dalam berbagai bentuk; Dorong pasien untuk menuliskan pertanyaan dan kekhawatiran.
 Dorong komunikasi terbuka antara pasien dan anggota tim kesehatan.
 Libatkan pendeta pasien atau pendeta rumah sakit jika diinginkan karena dukungan spiritual sangat penting pada saat penyakit serius.
5) Risiko gangguan berpikir berhubungan dengan perubahan neurologis dari edema atau eksisi bedah.
 Izinkan pasien untuk mengungkapkan masalah secara verbal dan menyalurkan perhatian ini kepada orang yang tepat.
 Tawarkan pilihan yang masuk akal kepada pasien.
 Bantu pasien untuk mengenali alternatif dan implikasi pilihan.
 Laporkan status pasien kepada pasien dan berikan kesempatan untuk membuat keputusan tentang perawatan atau perawatan.
 Edukasi keluarga tentang alasan fisiologis untuk perilaku dan ajarkan mereka bagaimana menanggapi pasien.

 Gunakan pendekatan yang konsisten terhadap perilaku yang tepat, buat kontrak jika diperlukan.
 Tidak menghakimi kelakuan pribadi pasien namun karena penyakit atau perasaan kehilangan kendali.
6) Ketidaksiapan berduka berhubungan dengan potensi kehilangan fungsi, kemampuan sebelumnya.
 Tetapkan waktu yang teratur dengan pasien dan anggota keluarga untuk mendiskusikan perasaan dan keprihatinan.
 Jika penyangkalan terjadi, tanggapi dengan mendengarkan dan merefleksikan pernyataan dari pasien.
 Terimalah emosi dan bantu pasien dan anggota keluarga untuk memperjelasnya.
 Menilai persepsi tentang tujuan yang realistis dan masa depan.
 Minta pasien mencantumkan aktivitas yang ingin dilakukan karena rencana untuk masa depan dapat meningkat.

REFERENSI:

Aesculap. (2012). Brain Aneurysm. Diakses pada 17 Juli 2017 dari https://www.aesculapusa.com/assets/base/doc/DOC1045-BrainAneurysmPatientInformationGuide.pdf

Adam, A. (2014). Patobiologi Aneurisma Intrakranial. Diakses pada 22 Juli 2017, dari http://repository.unpad.ac.id/21044/1/patobiologi-aneurisma-intrakra nial.pdf

Amanda. (2014). Cerebral aneurysm, Surgical and nursing management. Diakses pada 19 Juli 2017 dari http://www.nsgmed.com/neuro/cerebral-aneurysm-part4/.

American Association of Neurological Surgeons. (2017). Cerebral Aneurysm. Diakses pada 19 Juli 2017, dari http://www.aans.org/Patients/Neurosurgical-Conditions-and-Treatments/Cerebral-Aneurysm.

American Heart Association. (2016a). What is an Aneurysm?. Diakses pada 18 Juli 2017, dari http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/VascularHe alth/AorticAneurysm/What-is-an-Aneurysm_UCM_454435_Article.jsp#. WW1kv3297IU.

American Heart Association. (2016b). Types of Aneurysms. Diakses pada 18 Juli 2017, dari http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/VascularHealth/AorticAneurysm/Types-of-Aneurysms_UCM_454436_Article.jsp#.WW1rzH297IU.

Berkowitz, B. M. (2016). Development of metrics to describe cerebralaneurysm morphology. Diakses pada 18 Juli 2017, dari http://ir.uiowa.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=6831&context=etd.

Davis, C. P. (2016). Aneurysm (Brain) Topic Guide. Diakses pada 19 Juli 2017, dari http://www.emedicinehealth.com/aneurysm_brain/topic-guide.htm.

Frazer, M. (2016). Understanding Brain Aneurysms. Diakses pada 18 Juli 2017, dari http://www.gethealthystayhealthy.com/articles/cerebral-aneurysm.

Hines, T. (2016). Anatomy of The Brain. Diakses pada 19 Juli 2017, dari https://www.mayfieldclinic.com/PDF/PE-AnatBrain.pdf.

Ignatavicius, D. D., Workman, M. L., & Winkelman, C. (2016). Medical-Surgical Nursing: Patient-Centered Collaborative Care (8th Ed.). St. Louis, Missouri: Elsevier.

Lee, D., Marks, J. W., & Shiel, W. C. (2008). Brain Aneurysms. Diakses pada 19 Juli 2017, dari http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=86301&page=1.

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical-Surgical: Assessment and management of clinical problems. St. Louis, Missouri: Elsevier/Mosby.

Liebeskind, D. S. (2016). Cerebral Aneurysm. Diakses pada 19 Juli 2017, dari http://emedicine.medscape.com/article/1161518-overview.

Lloyd, W. C. (2016). Brain Aneurysm Repair. Diakses pada 19 Juli 2017, dari https://www.healthgrades.com/right-care/brain-and-nerves/brain-aneurysm-repair#risks-and-complications.

NANDA International, Inc. NURSING DIAGNOSES: Definitions & Classification 2015–2017 (10th Ed.). India: Wiley Balckwell.

National Health Service. (2015). Brain aneurysm. Diakses pada 18 Juli 2017, dari http://www.nhs.uk/conditions/Aneurysm/Pages/Introduction.aspx.

National Institute of Neurological Disorders and Stroke. (2013). Cerebral Aneurysms Fact Sheet. Diakses pada 22 Juli 2017, dari https://www.ninds.nih.gov/Disorders/Patient-Caregiver-Education/Fact-Sheets/Cerebral-Aneurysms-Fact-Sheet.

National Neuroscience Institute. (2016). Brain aneurysm. Diakses pada 19 Juli 2017, dari https://www.nni.com.sg/PatientsandVisitors/Conditions-Treatments/Pages/Brain-Aneurysm.aspx.

O’Reilly, M. (2012). Brain Aneurysm: Patient Information Guide. Diakses pada 18 Juli 2017, dari https://www.aesculapusa.com/assets/base/doc/DOC1045BrainAneurysmPatientInformationGuide.pdf.

Paul, P., & Williams, B. (2009). Brunner & Suddarth's Textbook of Canadian Medical-surgical Nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Pearce, E. C. (2007). Anatomi dan Fisiologis untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Purba, R., & Sutawan, I. (2016). Manajemen Anestesi pada Clipping Aneurisma Serebral. Diakses pada 17 Juli 2017 dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=457406&val=917&title=Manajemen%20anestesi%20pada%20clipping%20aneurisma%20serebral

Setyopranoto, I. (2012). Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Diakses pada 17 Juli 2017 dari http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_199Penatalaksanaan%20perdarahan%20subaraknoid.pdf

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth’s: Textbook of medical-surgical nursing. Philadelphia: Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins.

Tennille, D., & Amit, S. (2017). Cerebral Aneurysm. Diakses pada 19 Juli 2017, dari https://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?ContentTypeID=85&ContentID=P08772

Thompson, G., & Lindholm, M. (2014). Brain Aneurysm - Topic Overview. Diakses pada 18 Juli 2017, dari http://www.webmd.com/brain/tc/brain-aneurysm-topic-overview#2.

Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2009). Principles of Anatomy and Physiology (12th Ed.). USA: Wiley.

Webberley, H. (2016). Aneurysm: Causes, Symptoms and Treatments. Diakses pada 18 Juli 2017, dari http://www.medicalnewstoday.com/articles/156993 .php.

Zuccarello, M., & Ringer, A. (2016a). Ruptured brain aneurysm. Diakses pada 19 Juli 2017, dari https://www.mayfieldclinic.com/PE-AneurRupt.htm

Zuccarello, M., & Ringer, A. (2016b). Aneurysm Surgery: Clipping. Diakses pada 24 Juli 2017, https://www.mayfieldclinic.com/PDF/PE-Clipping.pdf.

 

31/07/2017

By: Responiel Halawa

Nursing Student

 

No comments:

Post a Comment